Berita

Usai Putusan MK Menolak Ujian Formil Undang-Undang Konservasi SDA, Pemerintah Segera Siapkan Peraturan Turunannya

Kamis, 24 Jul 2025 | Siaran Pers

article-59

SIARAN PERS
Nomor: SP.136/HKLN/PPIP/HMS.3/07/2025

Pasca Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Pemerintah segera menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan perundang-undangan tersebut.

Uji formil atas undang-undang tersebut sendiri diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) (Pemohon I), Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) (Pemohon II), Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) (pemohon III), dan Mikael Ane (Pemohon IV).

Para pihak tersebut mengajukan permohonan pengujian tersebut yang perkaranya terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi dengan (Registrasi Nomor 132/PUU-XXII/2025) yang pada pokoknya para Pemohon menilai bahwa proses pembentukan Undang-Undang tersebut tidak melibatkan pihak-pihak terkait dalam hal ini para Pemohon.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Satyawan Pudyatmoko menggaris bawahi jika Keputusan MK menolak mengabulkan uji formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 akan menjadi jalan Pemerintah menyusun aturan-aturan perundangan turunannya yang ditargetkan akan rampung 1 tahun kedepan sesuai amanat keputusan itu.

Ia juga mengingatkan jika latar belakang revisi Undang-Undang 5 tahun 1990 yang umurnya sudah lebih dari 34 tahun adalah untuk penguatan bukan perubahan pengelolaan konservasi di Indonesia.

"Ini adalah penguatan yang kita lakukan terhadap Undang-Undang 5 tahun 1990," ujar Satyawan.

Beberapa penguatan yang dimaksudkan Satyawan dilakukan dalam rangka untuk menghadapi semakin kompleksnya permasalahan konservasi di Indonesia, diantaranya seperti adanya konvensi-konvensi internasional, pembagian peran pemerintah daerah dan masyarakat, penegakan hukum terutama mengenai sanksi pidana yang terlalu ringan dan juga soal pendanaan-pendanaan konservasi.

"Memang ada beberapa penguatan yang ingin kita masukkan dalam rangka untuk menghadapi semakin kompleksnya permasalahan konservasi di Indonesia," jelasnya.

Penetapan keputusan oleh MK sendiri telah melalui proses persidangan-persidangan yang cukup panjang dan selalu dihadiri oleh Kuasa Hukum Presiden, dalam hal ini dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Biro Hukum Kementerian Kehutanan, dan Biro Hukum Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.

Pada persidangan, Keterangan Presiden dibacakan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan telah menghadirkan 3 (tiga) saksi, yaitu Dr. Ir. Bambang Hendroyono, M.M. (Penasihat Utama Menteri Kehutanan/Universitas Brawijaya), Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.For.Sc. (Fakultas Kehutanan dan Lingkungan), dan Prof. Dr. Satya Arinanto, SH., MH. (Universitas Indonesia).

Hingga akhirnya pada tanggal 17 Juli 2025, Majelis Hakim Konstitusi memutus perkara permohonan pengujian formil atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya yang pada amarnya putusannya menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, dengan beberapa pertimbangan hukum, sebagai berikut:
(1) Proses pembentukan UU KSDAHE telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, melalui rangkaian rapat yang partisipatif, termasuk Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan konsultasi publik yang melibatkan akademisi, praktisi, LSM, pelaku usaha, dan instansi pemerintah. Beberapa lembaga yang diundang dalam RDPU antara lain Yayasan Konservasi Alam Nusantara, POKJA Konservasi, WGII, ISKINDO, serta perwakilan Masyarakat Hukum Adat dari Bali.

(2) Dokumen terkait proses legislasi yang sebelumnya didalilkan tidak dapat diakses, dinilai telah tersedia dan dapat diakses secara terbuka melalui situs resmi DPR RI, khususnya pada bagian Prolegnas Periodik.

(3) Partisipasi publik yang tidak serta-merta harus diadopsi seluruhnya oleh pembentuk undang-undang. Mahkamah menegaskan bahwa Presiden selaku pembentuk undang-undang memiliki kewenangan untuk menyusun DIM dengan mempertimbangkan berbagai aspek materi muatan UU.

(4) UU 32/2024 telah memenuhi asas kejelasan tujuan dan disusun secara proporsional. Tujuan undang-undang ini, antara lain, adalah untuk meningkatkan konservasi sumber daya alam hayati serta memberikan ruang bagi peran serta masyarakat hukum adat, yang sebelumnya tidak diatur secara eksplisit dalam UU 5/1990.

Selain empat pertimbangan hukum tersebut, terkait kekhawatiran Pemohon mengenai rumusan norma yang dinilai tidak jelas dan membuka ruang interpretasi, Mahkamah menilai hal tersebut bukan merupakan ranah pengujian formil, melainkan pengujian materiil. Oleh karena itu, dalil para Pemohon mengenai cacat formil pembentukan UU KSDAHE karena tidak memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, adalah tidak beralasan menurut hukum.

Meskipun demikian terkait substansi masyarakat hukum adat, hakim menyatakan bahwa pengakuan terhadap masyarakat hukum adat telah tercantum secara eksplisit dalam Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU 32/2024, termasuk dalam bagian Penjelasan Umum undang-undang tersebut. Penggunaan istilah 'masyarakat' dalam UU 32/2024 mencakup pula 'masyarakat hukum adat', yang pengaturan secara lebih rinci akan diatur dalam RUU Masyarakat Hukum Adat yang telah masuk dalam Prolegnas Prioritas.

"Proses persidangan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi pembelajaran bagi Pemerintah, khususnya bagi Kementerian Kehutanan dalam menyusun Peraturan Perundang-undangan ke depan, seperti yang saat ini sedang berproses yaitu Revisi UU Nomor 41 Tahun 1999," ujar Dirjen KSDAE.

Poin pembelajaran tersebut adalah adanya dissenting opinion (pendapat berbeda) yang disampaikan Hakim Konstitusi Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra yang menilai memang terdapat fakta proses pembahasan UU 32/2024 dilakukan secara tertutup tanpa disertai alasan valid yang berdampak pada pengabaian asas keterbukaan dan keterlibatan publik dalam mewujudkan prinsip meaningful participation.(*)


Jakarta, Kemenhut, 23 Juli 2025

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan,
Krisdianto

Website:
www.kehutanan.go.id

Youtube:
Kementerian Kehutanan

Facebook:
Kementerian Kehutanan

Instagram:
Kemenhut

Twitter:
@kemenhut_ri