Program Kementrian Kehutanan

Program

INDONESIA FOLU NET SINK 2030

INDONESIA FOLU NET SINK 2030

INDONESIA FOLU NET SINK 2030

Konvensi Perubahan Iklim di Paris tahun 2015 (Conference of Parties, COP21 UNFCCC) menyepakati Persetujuan Paris (Paris Agreement) dengan tujuan menahan kenaikan suhu global dari tingkat suhu era pre-industrialisasi di bawah 2°C dan terus berupaya untuk membatasi kenaikan suhu sampai 1,5°C. Indonesia telah melakukan ratifikasi Persetujuan Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikana Bangsa-Bansa Mengenai Perubahan Iklim).
Pada Tahun 2021 telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Dalam Pasal 3 ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), didukung utamanya oleh pengendalian emisi GRK sektor kehutanan untuk menjadi penyimpan/penguatan karbon pada tahun 2030 dengan pendekatan karbon net sink sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 (Indonesia’s Forestry and Other Land Use Net Sink 2030).
Bulan September 2022, Pemerintah Indonesia menyerahkan dokumen Enhance NDC ke UNFCCC dengan meningkatkan komitmen mengurangi emisi GRK menjadi sebesar 31.89% dengan upaya sendiri dan menjadi 43.20% dengan kerjasama internasional pada tahun 2030. Dari total target tersebut, sektor FOLU menyumbang kontribusi sebsar 17.4% dengan upaya sendiri dan 25.4% dengan kerjasama internasional. Melalui FOLU Net Sink 2030, diproyeksikan akan mencapai net sink -140 juta ton CO2-eq atau emisi negatif sebesar 140 juta ton CO2-eq di tahun 2030. Target FOLU Net Sink dapat dicapai melalui dua pendekatan, yaitu pertama adalah mengurangi emisi dengan melarang atau membatasi kegiatan kehutanan, dan kedua melalui peningkatan kapastias hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Telah dibangun dan dilaksanakan berbagai Langkah korektif hingga tahun 2021 berupa kebijakan, implementasi kegiatan, pengembangan sistem kerja dan Langkah monitoring serta evaluasi dampaknya. Kebijakan dan implementasi sektor kehutanan dimaksud akan terus dimantapkan dan ditingkatkan sejalan dengan perkembangan tantangan sektor kehutanan dan dampak perubahan iklim. Beberapa kebijakan dan implementasi yang nyata telah mengalami perubahan dan kemajuan diantaranya:

  1. Perubahan arah pengelolaan hutan produksi yang smeula berfokus pada pengelolaan kayu (timber management) ke arah pengelolaah berdasarkan ekosistem sumber data hutan dan berbasis masyarakat (forest landscape management).
  2. Penegasan tentang pengendalian perizinan dengan moratorium perizinan pada hutan primer dan gambut (PIPPIB) sejak tahun 2011 yang diperbaharui setiap dua tahun dan menjadi kebijakan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang permanen sejak tahun 2019.
  3. aktualisasi penerapan prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan, dalam perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, internalisasi prinsip-prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan ke dalam penyusunan revisi Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) sebagai arahan spasial makro pembangunan kehutanan tahun 2011-2030, serta penerapannya dalam kegiatan pembangunan yang relevan.
  4. penyelarasan arah kebijakan KLHK sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, SDGs, Perubahan Iklim Paris Agreement, Aichi Biodiversity Targets, Pengendalian Degradasi Lahan dan berbagai konvensi internasional yang telah ditetapkan dan menjadi komitmen Pemerintah.
  5. pembangunan ketahanan iklim dengan restorasi, pengelolaan dan pemulihan lahan gambut, rehabilitasi hutan dan pengendalian deforestasi, dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi iklim.
  6. penanggulangan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dengan orientasi pencegahan secara permanen kejadian kebakaran hutan serta hasil penurunan kebakaran hutan dan lahan secara signifikan pada tahun 2015 - 2018 dan 2019 – 2021.
  7. pengendalian laju deforestasi yang berfluktuasi dari tahun ke tahun namun terus menurun hingga tercatat penurunan terendah secara signifikan laju deforestasi hutan dan lahan di tahun 2019 – 2020.
  8. pencegahan kehilangan keanekaragaman hayati melalui upaya konservasi kawasan serta perlindungan keanekaragaman hayati di dalam dan di luar Kawasan konservasi, dengan menata fragmentasi habitat serta pengayaan species.
  9. pengelolaan akses kelola hutan oleh masyarakat dalam bentuk perhutanan sosial dengan prinsip perlindungan hutan, rehabilitasi dan reforestasi serta pemberdayaan masyarakat melalui sistem agroforestry, agrosilvopastur dan agrosilvofishery.
  10. penyelenggaraan pengusahaan dan kegiatan dalam kawasan hutan dengan prinsip multi usaha kehutanan, pengembangan diversifikasi usaha di sektor kehutanan, mengintegrasikan pemanfaatan kawasan, hasil hutan kayu, dan hasil hutan bukan kayu serta jasa lingkungan.
  11. penegasan kebijakan kewajiban restorasi ekosistem hutan dan pengayaan hutan dengan tanaman kayu keras melalui sistem silvikultur dan penerapan teknik Reduce Impact Logging (RIL) serta mendorong keselarasan kerjasama dan pembinaan dunia usaha kepada kelompok masyarakat setempat dalam satu kawasan hutan yang dikelola
  12. introduksi pemanfaatan jasa lingkungan dalam model multi usaha kehutanan, sebagai bagian dari aksi mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan berbasis lahan. Kontribusi pemegang perizinan berusaha dalam upaya mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan melalui kegiatan yang dapat mengurangi emisi serta meningkatkan serapan karbon dan/atau konservasi cadangan karbon seperti menjaga vegetasi alam lebat hingga penanaman atau reforestasi mangrove.
  13. introduksi penataan kawasan terutama pada area terbuka (outcrop) dan tepi sungai (ecoriparian) dengan reforestasi dan melalui pengembangan replikasi ekosistem.
  14. mempertegas kebijakan dan implementasi pembangunan secara nasional dengan menekankan prinsip keseimbangan antara pembangunan (ekonomi) dengan lingkungan. Pembangunan ekonomi juga dimaksudkan dalam rangka pemulihan ekonomi (nasional) yang mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.
  15. penegasan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada masyarakat dalam alokasi penggunaan dan pemanfaatan hutan, penataan kawasan dan sengketa kawasan, dan kebijakan yang menjamin hak bagi rakyat serta memberikan jalan untuk penyelesaian masalah hutan adat bagi masyarakat hukum adat
  16. penyelesaian masalah-masalah konflik tenurial dengan memberikan jalan keluar melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, untuk mengatasi dispute regulasi lintas sektor (terkait) dan mempertegas aktualisasi keadilan bagi masyarakat akan akses lahan dengan pendekatan restorative justice.
  17. langkah law-enforcement, melalui strata pembinaan dan pengawasan penerapan standar dan enforcement dengan sanksi hukum dalam rangka perlindungan kawasan hutan dan keadilan bagi masyarakat.
  18. langkah-langkah menuju penguatan data dan informasi sumber daya hutan bersifat keruangan, yang berkualitas dan terintegrasi sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan yang sistematis, kontinyu dan konsisten;
    Dengan pemantapan kebijakan dan langkah serta implementasi dan evaluasi bidang-bidang sektor kehutanan dimaksud, maka Pemerintah RI telah menetapkan kebijakan dalam rangka pengurangan emisi Gas Rumah Kaca untuk mengendalikan perubahan iklim dengan program Nasional “Indonesia’s FOLU Net Sink 2030” sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, yang sudah dapat mencapai net zero emission sektor kehutanan dan lahan pada tahun 2030.