Status dan Keanekaragaman Burung di Indonesia Stabil
Senin, 28 Apr 2025 |

SIARAN PERS
Nomor: SP. 046/HUMAS/PPIP/HMS.3/04/2025
Burung Indonesia baru-baru ini merilis publikasi yang menunjukkan terdapat 1.835 burung yang tercatat keberadaannya di Indonesia. Hal ini berarti bahwa hampir 17% populasi burung di dunia dapat dijumpai di wilayah Nusantara.
Update ini juga menunjukkan dalam kurun 5 tahun terakhir terdapat penambahan 30 spesies baru dimana 12 diantaranya merupakan spesies yang baru dideskripsikan dan sisanya merupakan hasil dari pemisahan taksonomi. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia masih menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang luar biasa.
Direktur Jenderal KSDAE Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko, mengapresiasi hasil studi dan publikasi yang dirilis oleh Burung Indonesia.
"Beberapa hal yang belum optimal akan menjadi masukan bagi pemerintah dengan terus meningkatkan upaya yang lebih baik serta langkah perbaikan untuk memastikan program konservasi khususnya burung dapat lebih efektif," ungkapnya.
12 spesies baru yang dideskripsikan mencakup ceret taliabu (Locustella portenta), cikrak taliabu (Phylloscopus emilsalimi), cikrak peleng (Phylloscopus suaramerdu), dan myzomela taliabu (Myzomela wahe) yang dideskripsikan oleh Rheindt dkk. pada tahun 2020. Selain itu, dua spesies baru ditemukan di Kalimantan oleh Irham et al. pada tahun 2022, yakni kacamata meratus (Zosterops meratusensis) dan sikatan kadayang (Cyornis kadayangensis). Dari Papua, dideskripsikan burung burung-buah satin (Melanocharis citreola) oleh Milá dkk. pada 2021.
Lebih rinci, dari 1.835 spesies tersebut tercatat 558 spesies dilindungi, 542 spesies endemik, dan 470 spesies dengan sebaran terbatas.
Berdasarkan status keterancaman daftar merah IUCN (IUCN Redlist), 6 spesies termasuk dalam status kurang data (Data Deficient/ DD), 1.437 resiko rendah (Least Concern/ LC), 220 mendekati terancam punah (Near Threatened/ NT), 82 rentan (vulnerable/ VU), 52 genting (Endangered/ EN), dan 30 kritis (Critically Endangered/ CR). Berdasarkan pendekatan habitatnya, terdapat 228 daerah penting bagi burung (important bird area) dan 23 daerah burung endemik (Endemic Bird Area).
Berdasarkan publikasi tersebut, burung di Indonesia terdiri dari 24 ordo (bangsa) dan 129 famili (suku) dimana 1.559 spesies (85%) merupakan jenis penetap yang keseluruhan hidupnya di wilayah Nusantara, sedangkan 276 spesies (15%) teridentifikasi sebagai burung bermigrasi (migratory bird) yang jalur terbangnya melewati wilayah-wilayah Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia sebagai salah satu areal penting bagi burung bermigrasi sejalan dengan setatus Indonesia sebagan anggota East Asian–Australasian Flyway Partnership dan ASEAN Flyway Network.
Salah satu catatan dari publikasi Burung Indonesia, terdapat 30 spesies burung yang mengalami perubahan status. Berdasarkan evaluasi terakhir, 12 spesies mengalami peningkatan status keterancaman, artinya status konservasi populasinya dinilai menurun. Spesies yang mengalami peningkatan status tersebut sebagian besar merupakan kelompok burung air dan burung bermigrasi (waterbird & migratory bird). Beberapa faktor yang disinyalir menjadi penyebab kondisi tersebut adalah perubahan iklim dan gangguan manusia pada saat fase migrasi dan overwintering yang mendorong menurunnya catatan perjumpaan kelompok spesies migran tersebut di Indonesia.
Di sisi lain, 18 dari 30 spesies mengalami penurunan status keterancaman. Hal ini dapat mencerminkan perubahan kondisi di lapangan berupa peningkatan populasi, perbaikan habitat, atau penurunan ancaman. Pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus) merupakan dua spesies yang status populasinya membaik secara faktual. Perlindungan habitat lahan basah dan lokasi koloni penting, perluasan jangkauan geografis, meningkatnya kesadaran masyarakat dalam upaya pelestarian, berkurangnya ancaman perburuan, serta keberhasilan program konservasi lainnya telah mendorong perbaikan signifikan status konservasi jenis-jenis tersebut.
Saat ini, Satyawan menyampaikan bahwa Pemerintah telah membentuk Kemitraan Nasional Konservasi Burung Bermigrasi dan Habitatnya (KNKBBH) yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor SK.16/KSDAE/KKHSG/KSA.2/1/2024 tanggal 12 Januari 2024. Keanggotaan dalam kemitraan ini mengakomodir semua pihak yang selama ini berkiprah dalam monitoring dan pengamatan burung bermigrasi baik dari para peneliti, praktisi, pemerhati, UPT lingkup Ditjen KSDAE, dan sains warga (netizen science). KNKBBH juga telah berkembang tidak hanya berfokus pada burung air bermigrasi, namun juga mengakomodir upaya pelestarian untuk kelompok burung bermigrasi lainnya, seperti burung pemangsa (raptor), burung laut (seabird), dan burung hutan/darat (forest/terrestrial bird).
"Pengembangan ini adalah wujud komitmen kita terhadap pelestarian seluruh keanekaragaman burung bermigrasi, yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem," katanya.
Strategi dan rencana aksi konservasi burung air dan burung bermigrasi tengah disusun untuk menjadi salah satu langkah kongkrit untuk mengatasi permasalahan peningkatan status keterancaman khususnya untuk kelompok burung air dan burung migrasi. Kolaborasi para pihak, baik praktisi dan pemerhati, peneliti, akademisi, NGO, swasta, masyarakat, serta media berpotensi mewujudkan pelestarian biodiversitas di Indonesia. Dengan kolaborasi para pihak, Indonesia dapat terus mempertahankan statusnya sebagai salah satu pusat biodiversitas dunia.
Jakarta, Kemenhut, 26 April 2025
Penanggung jawab berita:Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Kehutanan,Krisdianto, S.Hut., M.Sc., Ph.D.
Website:www.kehutanan.go.id
Youtube:Kementerian Kehutanan
Facebook:Kementerian Kehutanan
Instagram:Kemenhut
Twitter:@kemenhut_ri